Selasa, 05 Oktober 2010

Siapkah Kita Menghadapi Bencana Alam?

Seakan tak kunjung berhenti bencana alam di negeri ini. Bencana banjir, tanah longsor, angin puting beliung menghantam tanpa ampun. Fenomena ini memang biasa terjadi dari sebuah konsekuensi kelakuan manusia terhadap sumberdaya alam dan juga dipengaruhi perubahan iklim. 

Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia (sumber:id.wikipedia.org)

Bukan berarti menyalahkan alam, seharusnya manusia juga sadar bahwa merekalah yang mempercepat perubahan-perubahan yang tak terkendali itu. Manusia yang mana? Tentunya manusia yang punya kekuasaan untuk menguras sumberdaya alam di negari. Ironisnya, justru orang-orang itu bertempat tinggal jauh dari sumberdaya alam. Misalnya, orang yang tinggal di Jakarta bisa menguras sumberdaya hutan di Kalimantan. Mereka bermodal konsensi dilegalkan atas nama hukum formal. 

Selanjutnya, perubahan iklim itu juga disebabkan aktivitas manusia yang berlebihan. Misalnya sektor transportasi, industri, deforestasi, illegal loging, dan sampah. 

Bukan berarti aktivitas itu dilarang, namun selanjutnya  harus ada tindakan untuk meminimalkan bencana terjadi dan bagaimana kesiapan menghadapi bencana itu?

Di Indonesia, peran itu seharusnya dilakukan oleh negara. Negara berkewajiban melakukan antisipasi untuk terjadinya bencana. Misalnya, kontrol terhadap konsesi HPH/HTI jangan sampai pemegang melakukan kejahatan menebang melebihi daya dukung hutan. 

Selain itu, organisasi dan manajemen penanganan bencana harus siap setiap saat. Ukurannya mudah, seberapa cepat tindakan dan korban dapat dievakuasi. 

Sepertinya kedua hal tersebut, antisipasi dan manajemen penanganannya, belum dapat dilakukan dengan sungguh-sungguh. Ya, akhirnya rakyat juga yang menanggung resiko bencana itu. 

Kondisi sekarang ini, bencana dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Tidak di kota, tidak di desa, tidak di rumah, tidak di mall, tidak di jalan, dimana pun bisa terjadi. 

Berhati-hatilah....

ewn


Selasa, 28 September 2010

Siapa Yang Diuntungkan Oleh Kayu Rakyat Bersertifikat


Beberapa hari terakhir ini, saya diminta menemani seorang teman untuk menelusur ketersediaan bahan baku kayu untuk industri kayu. Kayu yang dibutuhkan adalah kayu yang telah bersertifikat ekolabel. Perjalanan dimulai dari simpul hutan rakyat sampai industri furniture dan flooring.

Hutan rakyat yang dikunjungi adalah Gunungkidul, tepatnya Desa Kedungkeris. Secara fisik memang hutan rakyat kaya akan pohon-pohon yang berdiameter sedang, antara 20 sampai 30 centimeter. Pengurus Paguyuban kelompok tani hutan pun menjelaskan bahwa stok pohon cukup untuk mensuplai ke industri furniture. Dan memang nyatanya, banyak kayu bertumpuk di depan rumahnya.

Kayu-kayu tersebut telah dinomori dan dicat warna sebagai tanda pencatatan pembukuan kayu bersertifikat. langkah wajar dalam prosedur lacak balak kayu rakyat ekolabel. 

Teman saya bercerita bahwa dia terpaksa terjun ke lapangan karena barang-barang green product yang ada di showroom-nya menipis. Agen distributor green produtc tersendat pengirimannya. 

Sebagai penjual green product, dia mengatakan bahwa konsumen tidak mempersoalkan skema sertifikasi, apakah produk mebel atau flooring tersebut memakai LEI atau FSC. Yang dibutuhkan adalah dokumen dan keabsahannya.

Ternyata setelah ditelusuri, yang rewel itu adalah agen pengolahan kayu, harus skema ini atau itu. Bukan berarti kalau skema ini kemudian jaminan asal usul kayu dapat dipertanggungjawabkan, dia menjelaskan banyak juga yang abal-abal. 

Kemudian, Premium price itu sebenarnya telah nyata-nyata ada. Sebuah HTI menjual sebuah jenis kayu rimba ekolabel 40% lebih mahal daripada kayu biasa ke industri kayu di Jawa. Sementara ketika industri kayu tersebut mengimpor kayu, kenaikannya 15-20 dollar Amerika saja. 

Logika sederhananya, dengan harga input yang tinggi pasti harga output produk juga tinggi. Ditambah lagi, barang yang mereka buat berkontener-kontener untuk ekspor. Mau pakai argumen pembelaan apa lagi? 

Anehnya, ketika membeli kayu rakyat bersertifikat kok selama ini pihak pembeli menyatakan bahwa penjualan produk kayu ekolebel tidak signifikan terhadap harga biasa. Lagi-lagi petani hutan rakyat dikelabui dengan informasi yang merugikan itu. 

Nah, sudah waktunya organisasi masyarakat pengelola hutan memiliki akses penjualan online. Selain untuk membuka informasi, hal ini dapat menjadi kontrol juga agar kejadian-kejadian merugikan dapat diminimalkan. Hmmmmmmm.....nasib petani. Mereka butuh fasilitasi peningkatan kapasitas untuk itu. Peran  pemerintah lah yang seharusnya mengisi itu. Dan ruang bagi NGO untuk membantunya. (Ewn)

Siapkah Kita untuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim

Cuaca sulit diprediksi, pagi cerah tiba-tiba siang hari hujan. Lha lagi-lagi keluhan menghardik cuaca terucap, ini musim apa sih? Kemarau tapi kok sering hujan. 
Itulah fenomena yang membuat para pelaku usaha harus mampu menanggung kerugian. Hal-hal yang merugikan antara lain banjir, kekeringan, tanah longsor, dan angin ribut. Yang paling merasakan adalah kaum petani yang hanya mengandalkan hasil dari tanam menanam saja. Itu yang sulit diprediksi apakah panen raya atau gagal raya.
Fenomena alam ini terjadi, menurut para ahli, disebabkan oleh pemanasan global.
Adanya konsentarasi gas-gas rumah kaca, seperti karbon dioksida, metana, dan nitro oksida yang semakin meningkat. Ini menyebabkan efek rumah kaca. Suhu bumi menjadi semakin panas oleh karena gas-gas rumah kaca.
Sebenarnya itu adalah fenomena alamiah yang sudah terjadi sejak bumi ini ada. Panas matahari yang ditahan oleh gas-gas tersebut membuat adanya kehidupan di bumi. Namun sekarang ini fenomena tersebut sudah di luar batas oleh karena ulah manusia sendiri.
Manusia memperbanyak emisi (gas buang) oleh karena aktifitasnya seperti membakar bahan bakar fosil, menggunduli hutan, penggunaan pupuk buatan, konversi lahan, sampah, dan sebagainya. Tanpa disadari sebenarnya semua orang punya kontribusi terhadap pemanasan global.
Oleh karena itu seharusnya semua orang juga punya andil dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Mitigasi merupakan langkah-langkah untuk memperbanyak carbon sink (penyerapan karbon). Langkah-langkah tersebut dapat dimulai dengan hal-hal kecil, misalnya menanam pohon di sekitar rumah dan mempercantik sekitar rumah dengan tanaman bunga.
Semua orang tentu juga harus siap dengan perubahan iklim. Langkah-langkah tersebut disebut adaptasi, misalnya pemakaian pupuk organik, pengolahan sampah, pemilihan bibit tanaman, energi terbarukan, dan sebagainya.
Nah, perubahan iklim seyogyanya disikapi secara bersama-sama. Memulai hal yang kecil dan berarti di sekitar kita. (ewn)

Rabu, 17 Maret 2010

Kalibiru, Melihat Waduk Sermo dari Puncak

Kulon Progo: Tempat wisata hutan lindung "Kalibiru" sangat indah. Lumayan jauh dari Kota Wates, ya kurang lebih 30 kilometer lah, menuju arah utara. Tepatnya sebelah timur Waduk Sermo.
Kalibiru merupakan tempat wisata yang dibuat oleh masyarakat sekitar hutan, khususnya Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan Mandiri, didukung oleh pemerintah daerah. Setelah berjalan kaki dari pemukiman penduduk menuju arah hutan lindung Kalibiru, rasa lelah akan segera terbalas. Wow, indah nian pemandangan alam dari puncak Kalibiru. Terlebih ada beberapa sarana pendukung, seperti flying fox, gardu pandang, dan homestay.
Pada saat Saya kesana, belum ada restribusi masuk hanya biaya parkir kendaraan saja.
Mungkin bisa menjadi pilihan temen-temen sekalian. Kalo mau outbound bisa juga....lah kok Saya ikutan promosi...he-he-he

Sabtu, 20 Februari 2010

Mikrohidro Sendi

Mojokerto: Sedikit cerita tentang mikrohidro, warga Desa Sendi berhasil membuat instalasi sederhana listrik tenaga air. Air tersebut mengalir dari atas bukit. Dan kemudian disalurkan ke bawah melalui pipa untuk menggerakkan kincir.
Kebutuhan warga akan listrik terpenuhi, bahkan masih tersisa daya tak terpakai. Usaha yang patut dicontoh. Salut deh.

Durian Mojokerto

Mojokerto: Sepulang Field trip mengunjungi mikrohidro di Desa Sendi, Kecamatan Pacet, Mojokerto, Kami serombongan menikmati Durian. Durian yang dipetik dari kebun buah di depan tapak penjaja durian yang kami hampiri.
"Wuih mantap" rasanya. Lumayan bisa menikmati sepuasnya, meskipun kalau dibandingkan soal harga...ya...gak beda dengan di depan TVRI Jogja. Terasa enak....apalagi dibayarin temen.. (hehehe)...

BeritaJogja.com :: Informasi Yogyakarta di Jari Anda